Sabtu, 22 Agustus 2015

semut merah melawan gajah

Di suatu hutan belantara hiduplah berbagai kelompok hewan. Mereka hidup bersahabat, rukun, damai, aman dan sejahtera antara satu dengan lainnya. Menjalani kehidupan di hutan belantara dengan bahagia. Tidak saling mengganggu dan apabila salah satu dari mereka mengalami kesusahan mereka suka saling tolong-menolong.
Namun sekarang ini ada dua hewan penghuni hutan belantara yang tidak mau bersahabat. Mereka adalah Semut Merah dan Gajah. Kebalikan dari penghuni hutan belantara lainnya, saat ini mereka sedang bertengkar.
Awal mereka bisa sampai bertengkar adalah karena ulah Gajah yang selalu lewat di atas perkampungan Semut Merah. Gajah yang bertubuh super besar itu membuat rusak rumah-rumah tanah yang telah dibangun susah payah oleh pasukan pekerja Semut Merah. Oleh sebab itu semut-semut Merah kesal sekali sama Gajah.
“Hei, Gajah! Lihat-lihat dong kalau jalan,” omel kepala pasukan pekerja Semut Merah.
“Memangnya kenapa?” tanya Gajah tak acuh dengan suara beratnya.
“Rumah kami rusak, tahu!” Suara Semut Merah yang cempreng terdengar terus mengomel.
“Oh, itu bukan urusanku,” jawab Gajah sambil pergi berlalu begitu saja, meninggalkan gerombolan Semut Merah yang masih menggerutu di belakangnya.
Kejadian tersebut tak hanya terjadi sekali, tetapi sudah terjadi berulang-ulang kali. Kesabaran pasukan Semut Merah pun sudah mulai habis. Karena itu, atas komando Kepala Pasukan Pekerja Semut Merah diumumkanlah pernyataan untuk membuat perhitungan dengan Gajah.
“Kawan-kawanku setanah air dan seperjuangan, Gajah sudah sangat keterlaluan! Menginjak-nginjak rumah kita secara tidak hormat berarti sama saja menginjak-nginjak harga diri kita sebagai Semut Merah. Oleh karena itu kita harus membalas perlakuannya. Setuju?!” Suara Kepala Pasukan terdengar lantang.
“Ya, setuju!!!” Kompak terdengar suara-suara Semut Merah pekerja lain menanggapi usulan itu. Setelah itu pun dibuat strategi demi strategi untuk mengalahkan Gajah yang bertubuh super besar.
Pada keesokkan harinya Gajah datang lagi dan seperti biasa ia akan melewati rumah-rumah semut merah. Kedatangannya ditandai dengan suara gedebum kakinya saat menyentuh tanah. Namun tidak seperti biasanya yang tenang, saat ini pasukan Semut Merah telah bersiap siaga di posisi mereka masing-masing. Ketika Gajah memasuki areal perkampungan Semut Merah, dengan cepat dan sigap para pasukan Semut Merah yang telah bersiap pada posisinya langsung menyerang Gajah. Terjadilah kehebohan antara Pasukan Semut Merah melawan Gajah. Semut-semut mengerumuni tubuh si gajah dan menggigitnya. Ada yang menggigit kakinya, ada masuk telinganya, ada yang masuk ke lobang belalainya. Mereka semua menggigit si Gajah. Pokoknya si Gajah dikerubuti berpuluh-puluh ribuan Semut Merah.
Tak tahan digigiti pasukan Semut Merah, Gajah menjerit-jerit. Suara jeritannya terdengar ke seluruh penjuru hutan dan mengganggu aktivitas hewan-hewan lain yang tinggal di hutan. Termasuk Burung Hantu, Katak si pelompat, Musang, Kancil, dan lainnya pula. Karena terganggu dengan suara Gajah, mereka pun mengadukan hal itu pada Singa si raja hutan. Mereka yang mengadu adalah Katak si pelompat, Burung Hantu, Kancil dan Musang.
Mereka meminta kepada Singa si raja hutan untuk menghentikan teriakan Gajah yang bising. Mendengar keluhan dari rakyatnya, Singa si raja hutan mengambil kebijakan dengan memanggil perwakilan Semut Merah dan Gajah. Singa akan menyelesaikan perkara mereka di sidang hutan.
Dalam persidangan Singa bertanya dengan bijaksana, “Hai, kamu Semut Merah. Kenapa kamu menyerang si Gajah ini, hah?”
“Semua adalah kesalahan Gajah yang selalu datang menginjak-injak rumah kami setiap hari. Padahal rumah-rumah tanah itu dibangun dengan susah payah oleh para pekerja kami.” Jawab Semut Merah.
Pada awalnya Gajah mengelak atas tuduhan Semut Merah. Ia mengatakan, “tidak...itu bukan salahku, aku tidak merusak rumah-rumah mereka. Tempat mereka membuat rumah-rumah tanah adalah jalurku berjalan. Aku tidak tahu-menahu dengan semua itu.”
Tetapi Singa si raja hutan tak mempercayai ucapan Gajah yang terkesan mengada-ada. “Benarkah itu Gajah?” tanya Singa penuh selidik. Karena didesak sedemikian rupa, Gajah pun akhirnya mengakui kesalahannya. Ia mengangguk-angguk perlahan-lahan. Kemudian diputuskan bahwa Gajah harus mencari rute perjalanan yang lain supaya tidak merusak rumah-rumah Semut Merah. Gajah pun menyetujuinya dan meminta maaf kepada Semut Merah. Mulai saat itu dan seterusnya, Gajah tidak lagi lewat dan merusak rumah-rumah tanah Semut Merah. Semut-semut Merah pun bisa hidup tenang. Kedamaian serta kerukunan di hutan belantara kembali tercipta.
Sifat sombong tidak disukai lho sama teman-teman lainnya.

Minggu, 02 Agustus 2015

dongeng putri duyung

dongeng putri duyungPada suatu malam yang dingin di laut yang berombak, pangeran dan kroni-kroninya berlayar dari kerajaannya ke lautan lepas. Untuk apa? Ya agar nantinya kalau tenggelam diselamatkan putri duyung lah.

“Kapten! Kapten! Angin badai!”
“Cepat turunkan layar! Semuanya bersiap! Para kelasi kencangkan tali kapal! Siapkan kapal penyelamat! Tapi… Tunggu! Aku pangeran hwoe, bukan kapten kapal!”
“Pangeran! Pangeran! Ada ombak besar!”
“Ya benar! Aku pangeran! Jadi… Tunggu dulu… Hwaaaaaa! Apa yang harus kita lakukan?! Aku kan nggak tahu apa-apa soal pelayaran?! Mamaaaaa!!!”
“Jangan panik! Tenang semuanyaaaaa!”
“Ah, baiklah. Siapa kamu?”
“Kami adalah tim penyelamat kapal yang terperangkap badai! Sea Rescue!”
Dan kemudian pangeran dan gerombolannya berhasil diselamatkan. Pelayaran pun menjadi tenang kembali.
… Tapi tidak setenang itu.
“Wahai pangeran dan dedengkotnya, jika kalian ingin selamat, serahkanlah pangeran kalian!”
“Lho? Kenapa? Bukannya kalian Sea Rescue?”
“Hahahaha! Bodoh, kami adalah bajak laut!”
“Tetapi, bukankah kalian telah menyelamatkan kami?!”
“Akan lebih menyenangkan membuat korban merasa aman sebelum mencelakakannya, Hahahaha!”
Rasanya pernah mendengar hal seperti ini…
“Tak akan kubiarkan kalian melukai satupun awak kapalku!”
“Tapi pangeran, yang diinginkan para bajak laut itu kan kamu?”
“Benar, benar, benar.”
“Nah gimana, deal?”
“Benar, bawa saja orang tak berguna itu.”
“Hei, jangan berkata begitu. Kamu siapa?”
“Hmmm, akulah yang bertanggung jawab pada pelayaran ini. Aku kapten kapal!”
“Sejak kapan kapal ini memiliki kapten?”
“Hmmm, para awak menginginkannya, baca kembali baris ke-5.”

Kemudian dengan tidak berdaya pangeran diserahkan ke bajak laut.
“Tunggu dulu, buat apa kita mengambil pangeran? Nggak berguna!”
“Benar juga, buang saja ke laut!”
Pangeran dibuang ke laut.
“Sayang sekali, kalian pikir aku tidak bisa berenang ya?”
Pangeran berenang mendekati kapalnya.
“Kapten! Pangeran ingin balas dendam!”
“Hmmm, Apa!? Tembak!!”
Pangeran kaget karena alpha-photon cannon mengarah padanya.
“Hei, tunggu dulu! Jangaaaaan!”
Sang pangeran yang terkena dan terlempar jauh hingga terdampar di tepi pantai. Dia tergeletak tidak berdaya. Kemudian datanglah 3 orang penjaga pantai.
“Hei, lihat itu! Ada orang tergeletak!”
“Benar! Mungkin dia habis tenggelam. Ambilkan tabung oksigen!”
Kemudian ketiga penjaga pantai itu mendekati pangeran.
“Bagaimana? Sudah siap tabung oksigennya?”
“Siap!”
Ketiga penjaga pantai itu memukuli pangeran dengan tabung oksigen.
“Hei! Bagaimana ini! Kita terlihat seperti memukuli orang tidak berdaya ini!”
“Apa? Nonsense! Kita menolong orang ini!”
“Tapi aneh… Mengapa oksigennya belum keluar juga? Padahal tabung ini sudah dipukulkan beberapa kali…”
Dan kemudian penjaga pantai itu terus berusaha menolong pangeran.
Di lain tempat, little mermaid (duyung kecil) sedang bermain-main di permukaan air.
Kemudian ia mendengar adanya keramaian di tepi pantai. Dia melihat ada seorang orang diganggu beberapa orang. Ia ingin segera menolongnya.
“Wah, mungkin ini kesempatan! Jika aku menolong orang itu maka aku bisa dibawa ke istana dasar laut! Aku sangat ingin melihat bagaimana istana bawah laut itu!”
Kemudian putri duyung pergi ke istana bawah laut untuk mencari cara menolong orang itu.

Kelihatannya ada yang salah…
Untuk mencapai pantai, ia membutuhkan sesuatu untuk berjalan. Karena ia memiliki sirip ikan, ia tidak bisa berjalan. Kemudian ia memikirkan beberapa hal…
“Bagaimana mungkin aku bisa berjalan ya? Aku kan nggak punya kaki? Apa tanganku kukorbankan untuk dijadikan kaki? Tapi nanti aku jadi nggak bisa memotong kuku kakiku. Apa kepalaku yang kukorbankan? Ah jangan, berbahaya! Nanti aku nggak bisa pakai pita di rambutku…”

Seharusnya ia lebih mementingkan hal lain yang jauh lebih sebelum mengganti kepalanya daripada tidak bisa memakai pita rambut, seperti tidak bisa menggunakan lipstik.
“Ah bagaimana kalau sirip ini kutukar dengan kaki? Itu tidak masalah, aku sudah belajar renang dengan gaya kupu-kupu waktu SD dulu. Baiklah, aku akan segera pergi ke penyihir penukar sirip!”
Duyung kecil bergegas menuju tempat penyihir.
Terlihat rumah penyihir itu, di depan rumahnya ada papan kecil bertuliskan ‘Jasa penggantian sirip Madam Madam Dane, servis cepat, tidak terima pembayaran dengan kartu kredit. Perhatian, jangan sekali-kali berpikir mengganti kepalamu dengan kaki karena nantinya kamu akan kesulitan memakai kacamata.’
“Permisi, apa madam ada dirumah?”
“Hooo, rupanya ada pelanggan. Ada yang bisa aku bantu?”
“Begini, aku ingin menukar siripku dengan kaki.”
“Hmmm, apa kamu yakin? Nanti namamu bukan jadi duyung kecil atau putri duyung lagi…”
“Apa?! Hal sepenting itu?!”
Siapa yang bilang hal itu tidak penting?
“Bagaimana, kamu harus memikirkan akibatnya. Kamu harus memikirkan nama baru!”
Ia (duyung kecil atau putri duyung yang nantinya mau ganti nama) berpikir, mencari nama baru yang pas…
“Apa ya? Apa karena aku menolong sesuatu dari gangguan sesuatu yang lain di tepi pantai namaku jadi Urashima ya? Tidak, aku kan tidak berada di Hinata? Dan Bukannya Hinata menyukai Naruto yang lebih menyukai Sakura? Tunggu dulu, Sakura? Apa nantinya akan terjadi perang?”

Beberapa jam berlalu, kelihatannya ia masih belum menemukan nama yang cocok.
“Duh kelamaan, gimana kalau Ariel?”
“Hah? Ariel? Peter Pan? Hei, aku tidak suka melakukan cross-over!”
Bagi yang belum tahu, cross-over, dimana act untuk suatu peran dimainkan peran lain pada cerita yang berbeda, sangat tabu di dunia dongeng. Dan Peter Pan itu lebih mengarah ke cerita dongeng lain. Tapi bukannya Urashima Taro juga dongeng lain?
“Ini bukan cross-over! Little Mermaid versinya Walt Disney menggunakan nama Ariel!”
“Uh, okelah. Ayo cepat, keburu pangerannya sekarat nih!”
“Tapi ini nggak gratis, kamu harus menukarnya dengan suaramu.”
“Apa? Suaraku!? Aku jadi nggak bisa manggung kan?”
Terlalu banyak cross-over disini.
“Sudahlah, mau apa nggak?”
“Baiklah…”
Kemudian dalam sekejap sirip Ariel bertransformasi dengan matriks simetris berdimensi dua menggunakan metode affine transformation dengan dekomposisi LU yang dikombinasikan dengan Gauss-Seidel menjadi kaki (mengapa akhir-akhir ini banyak sekali hal absurd seperti ini?).
“!”
“?”
“!!!”
“#$%^&*\-?=|”
“Sudah kubilang suaramu hilang.”
“!!!”
“Hahahaha, meskipun suaramu nggak hilang, kata-kata itu akan difilter di BBS.”
“!”
“Apa? BBS menggunakan versi lama karena filteringnya dianggap produk gagal? Hmmm… Kalau gitu difiltering manual saja.”

Dengan sedikit menyesal, Ariel kembali ke permukaan. Tetapi, sayang sekali pangeran sudah nggak ada di pantai. Ariel terlihat sangat jengkel.
“?! !!!”
Duh, jaga-jaga kalau pakai BBS lama, kata-kata tadi sudah difilter (secara manual) oleh editor kami.
Ariel sangat sedih dan kecewa (selain marah tentunya). Karena itu Ariel menenggelamkan diri ke dasar laut dan menjadi buih. Dia berdoa semoga pangeran selamat dan bahagia.
Buih-buih Ariel tersebar dan menyatu dengan lautan, diiringi dengan musik orkestra dan
ikan-ikan yang barenangan, saat itu pemandangan laut sangat menyedihkan hati.
“Benar-benar sedih, aku sampai menangis…” Kata Ariel meratapi kepergiannya.

Kepergiannya?
“Ah, aku masih ada! Aku belum menjadi buih!”
Ternyata buih-buih tadi adalah air liur Ariel.
Tetapi, bukannya suara Ariel hilang?
Ya benar, tadi Ariel nggak bicara.

Cerita belum selesai, Ariel pergi ke daratan untuk mencari pangeran. Tetapi betapa kagetnya ia, ia melihat ada selebaran yang ditemukannya di tempat sampah yang bertuliskan “Pernikahan Pangeran! Yang tidak diundang dilarang datang! Selebaran ini merupakan undangannya…”
Menurut desas-desus, pangeran menikah dengan putri negara tetangga karena nyawanya telah diselamatkan.
“Benar sekali.” Begitulah kata desas-desus.
“Ini tidak boleh terjadi! Yang menyelamatkan pangeran adalah aku!”

“Eh nggak sih, tapi aku kan sudah niat.”
Dan putri duyung segera menuju tempat pernikahan pangeran, di depan rumah kontrakannya.
Pangeran dan putri negara tetangga sudah berpegangan tangan dan akan mengucapkan sumpah serapah, eh setia di hadapan penghulu, tetapi tiba-tiba…
“Tetetetet tetet tet tetet!!!!!”
“Pangeran!!! Suara apa itu!!!”
“Suara itu… Suara itu… Tidak!!! Jangan suara itu!!!”
Seluruh tamu undangan gempar karena mengengar suara misterius itu, meskipun mereka nggak tahu suara apa itu. Ternyata suara itu menandakan adanya kejadian besar yang datangnya tidak pasti, yaitu SMS yang masuk di HP pangeran. Para cendekiawan dan penasehat kerajaan menyebut suara misterius itu sebagai ‘ringtone’.
Ketika pangeran membaca SMS dari HPnya, ia menemukan SMS dari putri duyung.
“Hentikan pernikahan ini! Pangeran, akulah sebenarnya yang harus menikahimu!”
Pangeran melihat ke kanannya dan ia melihat sesosok gadis yang berlari menuju arahnya.
“Kamukah penyelamatku yang sebenarnya?”
“…”
“Jawablah…”
“…”
“Oh aku tahu, kamu pasti terlalu malu untuk mengatakannya kan? Baiklah, kamu akan menjadi
pengantinku.”
“!!!”
Kemudian pangeran dan putri duyung menikah. Sebenarnya putri duyung hanya ingin mengatakan kalau dia mencintai pangeran. Tapi kalau sudah terlanjur gini ya nggak papalah…
Pernikahan telah selesai dan tamu undangan pulang ke rumah masing-masing.
Keluarga kerajaan beserta pengantin juga kembali ke asalnya.
Di bawah terop berwarna hijau daun dan angin bertiup sepoi-sepoi dan diiringi musik orkestra (biar dramatis), tinggallah putri negara tetangga seorang diri. Ia menangis tetapi tetap terdiam berdiri di sana.
“Pangeran, padahal yang menyelamatkanmu benar-benar aku. Aku bahkan hampir kehilangan nyawaku karena melindungimu (sebenarnya kejadiannya gimana?). Tetapi, aku akan selalu berdoa agar kalian hidup bahagia selamanya…”
Putri negara tetangga berjalan menuju pantai sampai ke tengah laut. Ia tenggelam dan tubuhnya berubah menjadi buih secara perlahan. Dan sebelum tubuhnya seluruhnya hilang, ia sempat mengatakan “Aku akan selalu mencintaimu, pangeran.”